Jumat, 06 Mei 2016

Pentingnya Menjaga Kerukunan Antar Umat Beragama Untuk Menjaga Keutuhan NKRI dan Melangsungkan Pembangunan Nasional Part 1

Kelompok 5
CB Professional Development
Rizky Natasha – 1701372274
Haura Asrar Nadhira – 1701358300
Vivian Kohar – 1701321273
Cindy Poniati – 1701357475

Di Indonesia yang memiliki keragaman suku, ras dan budaya juga agama sangatlah penting untuk menjaga kerukunan hidup. Pada kesempatan ini kelompok kami berkesempatan untuk mewawancarai beberapa pemuka agama mengenai “Pentingnya Menjaga Kerukunan Antar Umat Beragama Untuk Menjaga Keutuhan NKRI dan Melangsungkan Pembangunan Nasional”. Sebelumnya kami mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan, tujuan dilaksanakannya wawancara ini agar menambah wawasan kami mengenai kerukunan antar umat beragama. Berikut hasil wawancara kami.

Pdp. Ernest Doddy, S.Th
GBU Altar Filadefia
Q: Menurut Anda, apa arti dari kerukunan agama? Perilaku seperti apa yang disebut sebagai kerukunan antar umat beragama?
A: Pada hakikatnya, tidak ada satu agamapun di dunia ini yang mengajarkan kerusakan. Setiap agama memiliki satu visi yang sama yaitu mengajarkan kebaikan pada seluruh umat di dunia. Mengenai kerukunan antar umat beragama, pilar utama nya adalah saling mengenal dan memahami satu sama lain. Jika kita saling mengenal dan mengerti siapa jati diri kita, siapa orang yang berada di sekitar kita, kekacauan tidak akan ada. Keregangan antar umat akan berujung pada perselisihan yang berakhir dengan kerusakan.

Hal dasar yang harus dipahami, memang berasal dari diri sendiri, sejauh mana kita memahami ajaran agama kita. Peran pemuka agama menjadi sangat penting karena beliau-beliau lah yang menanamkan pemahaman tentang kebenaran ajaran masing masing agama.

Q: Di Indonesia sendiri memiliki bermacam-macam agama. Apa tanggapan Anda mengenai hal ini?
A: Indonesia memiliki berkah yang harus kita syukuri bersama. Dengan banyaknya agama yang dianut di Indonesia, menurut saya pribadi, tidak masalah. Karena semua agama yang telah disahkan oleh Departemen Agama, sudah melalui proses panjang oleh Pemuka-nya dan sudah disahkan oleh masing masing Pemuka karena sudah dianggap benar dan sesuai koridor ajaran agamanya. Agama yang sudah diakui oleh Pemerintah, tentunya sudah mencukupi syarat dan sudah berada dalam naungan Pancasila.

Q: Apa tanggapan Anda mengenai realisasi kerukunan antar umat beragama di masyarakat saat ini?
A: Seperti yang sudah saya sebutkan tadi, pada point satu, adalah ideal nya kita dalam bersikap sebagai sesama umat yang menunaikan masing masing keyakinan. Tapi pada kenyataaan, bentuk ideal itu masih belum bisa 100% terlaksana. Karena apa? Tanpa bermaksud untuk menyinggung, kenyataannya masih banyak diantara kita yang menjalankan keyakinan kita sebatas teori saja, belum sampai pada pengamalan apalagi sampai pada pemahaman yang mendalam mengenai ajaran keyakinan masing masing. Sekali lagi, disinilah peran Sang Pemuka sangat penting. Pemuka harus mengajarkan pemahaman yang baik dan holistik pada umat, pemahaman tentang kebenaran sesuai koridor agamanya. Pemuka harus menanamkan pemahaman hubungan antar umat beragama untuk tidak memandang segala perbedaan yang ada. Alih-alih memandang perbedaan, akan lebih baik jika kita memandang segala sesuatu yang berangkat dari satu persamaan, yaitu kebaikan.

Yang terpenting adalah dalam praktiknya dalam kehidupan sehari hari. Di Islam pun, ada satu pemuka yang saya kagumi cara pemikiran dan penyampaiannya, yaitu Ustadz Zakir. Beliau pernah diundang dalam satu dialog atau ceramah agama Kristen. Beliau menyebutkan, kita sebagai sesama umat beragama, sama sama memilki Tuhan tentunya sesuai dengan versi kita masing masing. Tuhan kita, adalah gambaran nyata dalam kehidupan kita dan berdasarkan hati nurani kita. Jalan yang kita pilih memang berbeda, aqidah kita memang berbeda, tetapi maksud dan niatan hati kita sama. Sama sama memiliki Tuhan dan sama sama berkeinginan untuk Bertuhan.

Pemikiran ustadz tersebut sangat saya tanggapi secara positif karena sebagai seorang Pemuka, yang setiap tutur kata nya menghasilkan dampak pada umatnya, beliau mengajarkan untuk menerima setiap umat beragama tanpa memandang perbedaan. Toleransi yang seperti inilah, yang saya harapkan. Dalam acara keagamaan atau hari besar Kristen, saya sering melihat banyak mobil-mobil panser NU yang ikut menjaga ketenangan dan kedamaian selama proses ibadah berlangsung. Dari agama Kristen pun, para Pemuka kami juga mengusahakan hal serupa.

Q: Faktor apa saja yang dapat menunjang dan mengurangi kerukunan agama di masyarakat?
A: Faktor yang memicu kerenggangan, sangat mudah. Di Asia ini, agama memegang peranan penting dalam masyarakat. Jika berkaitan dengan agama, tidak ada satu umat pun yang rela agamanya dihina atau direndahkan. Oleh karena itu, segala bentuk provokasi sangat mudah memicu pertikaian. Setiap umat pasti akan membela keyakinannya, meski dia bukan termasuk umat taat, tetapi saat agama nya dilecehkan, pasti mereka akan tergerak. Disini lah, kembali lagi pada Pemuka. Pemahaman seperti apa yang diajarkan pada umat. Belajar dari Ustadz Zakir tadi, alih-alih memandang perbedaan, lebih baik menetralkannya untuk belajar saling menerima keberadaan satu sama lain.

Faktor merekatkannya, kembali pada saling mengenal dan memahami tadi. Jika kita saling memahami, pertikaian tidak akan terjadi. Jika kita saling memahami, kita akan mau saling bantu dan akan lebih toleransi. Jika Masjid dan Gereja saling bahu membahu, kebersamaan akan terbentuk. Selain itu, kita juga harus memerhatikan orang-orang yang kurang mampu di sekitar kita, tanpa memandang agamanya. Misalnya, kita tidak membangun Gereja yang megah di kawasan yang miskin karena toleransi dan harus saling memahami tadi.

Q: Apakah perbedaan suku, ras, dan budaya dapat mempengaruhi kerukunan agama?
A: Menurut saya pribadi, semua hal yang disebutkan diatas sangat berpengaruh. Dari hal kecil saja, misalkan dengan tetangga. (Tanpa bermaksud menyudutkan), tetangga saya adalah orang Betawi. Suatu ketika, tetangga saya melaksanakan acara pernikahan di rumah, daerah lingkungan kami. Tanpa pemberitahuan sebelumnya, tetangga saya menggelar acara perayaan yang sangat ramai, sound speaker yang lantang, dan sebagainya. Sebenarnya hal tersebut tidak masalah jikalau sebelumnya sudah dibicarakan. Disinilah bentuk toleransi nyata, jika kasus ini tidak disikapi secara arif, pertikaian akan terjadi yang berujung pada saling menjelekkan agama masing masing.
Belajar dari kasus sederhana tadi, masalah masalah kecil yang terjadi antar kita, yang berasal dari perbedaan entah itu suku, ras, budaya, agama, semuanya saling terkait satu sama lain.

Q: Bagaimana pendapat Anda tentang perbedaan agama di dalam sebuah keluarga? Di Indonesia sendiri, kasus beda agama ini banyak terjadi sehingga memicu pertengkaran dan kebingungan akan identitas keyakinan pada sang anak. Menurut anda bagaimana solusi mengatasinya?
A: Saya pribadi, masih berpegang teguh pada ajaran Kristen, yang saya yakin di agama lain juga sama. Di Islam pun, juga sama. Yaitu dalam membentuk suatu keluarga, sudah menjadi tugas kepala keluarga untuk mengajarkan kebenaran sesuai dengan agamanya. Logika saya, jika kita sudah yakin dan merasa benar dengan keyakinan yang kita jalani, kita tidak akan mau lagi mencari-cari pembenaran lain di luar sana. Orang Kristen tidak akan mencari pasangan muslim, misalnya. Atau sebaliknya. Karena sebagai seorang umat, ia sudah mantap dengan keyakinannya dan tidak akan berpikiran untuk membangun keluarga yang berbeda keyakinan. Tujuan berkeluarga, adalah bersatu dan utuh. Saya tetap tidak setuju dengan pernikahan beda agama ini. Agama bukanlah satu hal fleksibel yang bisa kita campur adukkan dalam hal prinsip seperti ini. Agama bukanlah hal yang bisa dijalani setengah setengah. Perlu konsistensi dan totalitas diri.

Q: Apa pendapat Anda tentang kelompok fanatisme yang ada pada suatu agama?
A: Saya setuju dengan istilah fanatik, dalam konteks positif tentunya, Setiap umat jika menjalani keyakinannya secara fanatik, maka ia akan menjalani ajarannya dengan sebaik mungkin dan sesuai arahan. Kembali lagi pada Pemuka, harus mengajarkan kebenaran dan memberikan pemahaman sesederhana mungkin sehingga bisa dengan mudah diterima dan dijalani umatnya tanpa memberikan pemahaman yang ambigu atau multitafsir.

Sikap yang harus ditanamkan ketika kita menghadapi orang orang yang bertindak “ekstrem” atau radikal, adalah mencoba untuk merangkulnya. Terkadang kita juga harus menahan diri untuk tidak berargumen yang berujung debat kusir karena tidak akan menemukan jalan keluarnya. Cara penyampaian kita pun, harus se-humble mungkin, tanpa bersikap menghakimi.

Pesan saya, apapun agamamu, siapapun Tuhanmu, jalani keyakinanmu dengan segenap hati dan jiwa. Agama adalah satu pendekatan yang menggambarkan hubungan antara Tuhan dan mahluk-Nya, dan hubungan antara satu mahluk dengan mahluk lainnya. Jika kita masing masing memahami hakikat ajaran agama, kerukunan sudah otomatis akan terbina dan kita akan hidup berdampingan satu sama lain secara damai.

Ust. Drs. H. Abdul Rochim, M.Ag
Masjid At-Taqwa
  
Q: Menurut Anda, apa arti dari kerukunan agama? Perilaku seperti apa yang disebut sebagai kerukunan antar umat beragama?
A: Kerukunan agama menurut islam adalah sunnatullah, seperti yang dituis dalam Al-Qur’an, “Aku tidak diutus Tuhan kecuali untuk membawa rahmat”. Jadi islam itu membawa rahmat bagi seluruh umat manusia. Prinsip agama Islam sendiri adalah ajaran tentang kedamaian dan penuh kasih sayang. Dalam Islam, perilaku kerukunan antar umat beragama sudah ada di dalam Al-Qur’an terutama dalam surat Al-Kafirun, “Untukmu agamamu, Untukku agamaku”. Jadi tidak ada dalam Islam untuk melarang agama lain untuk melaksanakan ibadahnya, apalagi ikut campur dalam keyakinan lain.

Q: Di Indonesia sendiri memiliki bermacam-macam agama. Apa tanggapan Anda mengenai hal ini?
A: Indonesia adalah contoh terbaik di dunia ini. Tidak ada negara seindah Indonesia dalam konteks toleransi, kita saling menghargai dalam melaksanakan ibadah.

Q: Faktor apa saja yang dapat menunjang dan mengurangi kerukunan agama di masyarakat?
A: Dalam hal ini ada pengaruh eksternal dan pengaruh internal. Pengaruh eksternal dapat diartikan ada orang luar Indonesia yang ingin Indonesia dalam keadaan tidak aman, karena dengan kekuatan besar Indonesia, Indonesia sangat memungkinkan untuk menjadi negara yang besar dengan sumber daya alam dan sumber daya manusianya yang kuat. Salah satu faktor sensitif yang mudah dilempar ke masyarakat adalah persoalan agama, sehingga pengaruh eksternal ini dapat menggoyahkan kerukunan agama di masyarakat. Selain pengaruh eksternal terdapat juga pengaruh internal yaitu kemiskinan, kesenjangan sosial, kesenjangan ekonomi, kebodohan dan keterbelakangan.

Q: Menurut Anda, sikap apa yang harus ditanamkan dan dibiasakan untuk mencapai kerukunan antar umat beragama?
A: Pertama cintailah tanah air, seluruh elemen negara harus berpikir bagaimana untuk mencintai tanah air. Kembali pada jati diri bangsa. Kedua, cintai agama masing-masing, Karena semua agama mengajarkan kebaikan, jika ada permasalahan seperti terorisme bukan agamanya yang melenceng, tapi penganutnya, karena tidak ada dalam ajaran agama manapun yang membenarkan tindakan seperti itu. Ketiga, memperkuat kebersamaan antar umat manusia sesuai dengan 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.

Q: Apakah penambahan agama, seperti Kong Hu Cu mempengaruhi kerukunan agama?
A: Penambahan agama tidak mempengaruhi kerukunan antar umat beragama, sesuai undang-undang setiap warga negara punya hak untuk memeluk keyakinan masing-masing. Selama ajaran agama itu tidak merusak ajaran agama lain maka kerukunan agama ini tidak akan ada masalah.

Q: Apakah perbedaan suku, ras, dan budaya dapat mempengaruhi kerukunan agama?
A: Pengaruhnya bisa negatif bisa positif, pengaruh negatif contohnya bisa dilihat dari pergesekan antar agama yang sering terjadi akibat dari masyarakat yang (maaf) berpengetahuan minim mengenai agamanya. Positifnya kemajemukan ini akan membanguun bangsa menjadi sebuah kekuatan yang besar. Bagaimana cara mencapai kekuatan tersebut? Pertama, jangan melihat perbedaan dari warga negara, lihatlah persamaan. Keduaa, adanya kenginan untuk sejahtera. Ketiga, saling mencintai karena setiap manusia hakekatnya memiliki cinta kasih.

Q: Apa dampak dari kerukunan agama yang lemah?
A: Terjadinya pergesekan antar umat beragama, dan masalah agama ini menjadi permasalahan yang paling sensitif, karena jika seseorang memiliki kepercayaannya meskipun tidak memegang teguh agama tersebut, jika agamanya dihina maka orang tersebut akan merasa tersinggung dan menyulut emosinya.

Q: Bagaimana pendapat Anda tentang perbedaan agama di dalam sebuah keluarga? Di Indonesia sendiri, kasus beda agama ini banyak terjadi sehingga memicu pertengkaran dan kebingungan akan identitas keyakinan pada sang anak. Menurut anda bagaimana solusi mengatasinya?
A: Saya tidak setuju. Karena saya seorang muslim, saya berkewajiban membimbing keluarga saya menjadi muslim. Sesuai yang sudah tercantum dalam Al-Qur’an “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. Sepanjang sudah berusaha maksimal mendidik keluarga, jika harus keluar dari agama saya maka sudah bukan tanggung jawab saya lagi. Begitupula dengan pernikahan dengan agama yang berbeda, dalam islam diharamkan untuk menikah dengan agama yang berlainan sesuai yang sudah dicantumkan dalam Al-Qur’an.

Q: Apa pendapat Anda tentang kelompok fanatisme yang ada pada suatu agama?
A: Fanatisme ada dalam semua agama. Fanatisme muncul karena kebodohan, tidak terbukanya pikiran dan pengetahuan dangkal mengenai agamanya masing-masing. Pengetahuan yang luas dapat membantu mencegah fanatisme.

Q: Bagaimana cara menghadapi keberadaan suatu kegiatan aliran yang menyimpang pada agama?
A: Solusinya kita harus selalu menginisiasi mereka untuk terus belajar, terus memperdalam ilmu, dirangkul dan dibimbing ke arah yang benar.

Bantei Gunadio
Vihara Dharmacakra
  
Q: Menurut Anda, apa arti dari kerukunan agama? Perilaku seperti apa yang disebut sebagai kerukunan antar umat beragama?
A: Pada dasarnya semua agama itu bertujuan baik. Agama berfungsi untuk menuntun moral dan perilaku manusia menjadi lebih baik. Pribadi yang baik inilah yang menciptakan harmonisasi.

Q: Di Indonesia sendiri memiliki bermacam-macam agama. Apa tanggapan Anda mengenai hal ini?
A: Keragaman agama ini pasti berpengaruh dengan kerukunan antar umat beragama. Kuncinya apakah pribadi itu sendiri mengerti fungsi agama yang sesungguhnya, jika fungsi agama itu tidak dimengerti, maka pengaruh buruk akan muncul. Solusinya, kita mengganggap agama seperti pemikiran manusia, pikiran manusia tentu berbeda-beda, namun kita tetap hidup harmonis. Jika kita menerima agama seperti kita menerima beragam bentuk pemikiran manusia, maka keharmonisan itu akan terbentuk.

Q: Apa tanggapan Anda mengenai realisasi kerukunan antar umat beragama di masyarakat saat ini?
A: Dalam Dama dikatakan “Awal munculnya keharmonisan, maka ia harus harmonis dengan diri sendiri terlebih dahulu”. Sehingga jika seseorang sudah harmonis dengan dirinya sendiri maka ia akan harmonis kepada orang lain. Yang dimaksud harmonis dalam konteks ini jangan menganggap diri paling benar dan paling mampu.

Q: Faktor apa saja yang dapat menunjang dan mengurangi kerukunan agama di masyarakat?
A: Faktor pertama adaalah komunikasi, jika berbicara halus, lemah lembut, maka komunikasi yang terjalin akan menjadi menangkan, kita dapat mengganggap semua orang sebagai sahabat. Dikatakan dalam Dama “Jika kita ingin menjadi seorang sahabat, maka kita harus terlebih dahulu menjadi sahabat bagi orang lain”. Begitupula sebaliknya, jika berkomunikasi dengan nada kasar dan menyinggung maka akan timbul karakter yang kurang baik. Kedua harus ada hal-hal yang kita relakan, seperti waktu, pekerjaan, dan hal-hal lain yang harus kita tinggalkan terlebih dahulu. Ketiga kesabaran, dalam berkomunikasi dengan orang lain maka kita harus bersabar, meskipun kita tidak sesuai dengan pendapat orang tersebut maka kita harus bersabar untuk mencegah timbulnya perdebatan yang menyebabkan ketidakharmonisan.

Q: Apakah perbedaan suku, ras, dan budaya dapat mempengaruhi kerukunan agama?
A: Kebudayaan sesungguhnya bisa menimbulkan keharmonisan namun juga bisa menimbulkan ketidakharmonisan. Dapat diibaratkan seperti sahabat yang makan bersama, mereka bisa memesan makanan yang berbeda-beda, namun tertap berkumpul harmonis dengan adanya komunikasi dan kebersamaan.

Q: Apa dampak dari kerukunan agama yang lemah?
A: Jika ada pemeluk agama yang menganggap agamanya paling benar maka akan timbul pertengkaran. Otomatis jika adanya pertengkaran maka muncul kebencian, peperangan dan akan menghancurkan segalanya.

Q: Bagaimana pendapat Anda tentang perbedaan agama di dalam sebuah keluarga? Di Indonesia sendiri, kasus beda agama ini banyak terjadi sehingga memicu pertengkaran dan kebingungan akan identitas keyakinan pada sang anak. Menurut anda bagaimana solusi mengatasinya?
A: Tidak apa-apa, yang penting ketika dirumah agama itu dilepas. Tapi ketika kita pergi ke tempat ibadah kita gunakan kembali. Jika kita berada di rumah maka tujuan utama bukan agama tetapi sebuah keharmonisan. Jangan sampai agama itu sendiri dianggap sebagai penghalang dalam keluarga.

Q: Apa pendapat Anda tentang kelompok fanatisme yang ada pada suatu agama?
A: Dapat dikatakan ini merupakan kekotoran batin. Dalam hal ini akan menganggap dirinya paling benar. Diawali dengan mencontoh, melakukannya beberapa kali lalu berubah menjadi watak. Hal ini akan sulit diarahkan kembali ke ajaran yang benar.

Q: Bagaimana cara menghadapi keberadaan suatu kegiatan aliran yang menyimpang pada agama?

A: Ketika ada umat yang bertidak tidak sesuai, maka harus diberi nasehat. Harus mengganggap umat seperti anak sendiri yang dididik untuk bertindak baik. Jika ada yang berbuat tidak baik maka harus dilarang, jika kita membiarkan orang tersebut tanpa melarangnya sama saja seperti kita memberikan izin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar